Saat Serambi menyambangi pondokannya, Minggu (6/9) lalu di kawasan
Matanurung, Kecamatan Teupah Tengah, Simeulue, pria berambut pirang ini
tampak tinggal seorang diri. Hampir saban hari ia beraktivtas layaknya
warga Simeulue yang umumnya bekerja sebagai peladang atau pekebun.
Hari-harinya ia habiskan di kebun yang terletak di samping dan
belakang rumah yang pekarangannya menjorok hingga ke pinggir pantai.
Kawasan Matanurung tempat Kevin tinggal terkenal sebagai lokasi objek
wisata Pulau Simeulue. Puluhan turis asing berbagai negara setiap bulan
kerap mengunjunginya. Sebut saja dari Belanda, Jerman, Swedia,
Australia, Norwegia, Belgia, Spanyol, dan lainnya. Kebanyakan mereka
datang untuk menikmati panorama atau melakukan surfing (berselancar) dan
menyelam (scuba diving) di pantai Simeulue yang berombak besar serta
bening luar biasa. Namun, daya tarik kawasan Matanurung menjadi berbeda
di mata Kevin. Ia lebih memilih menghabiskan hari-harinya mengelola
kebun daripada surfing dan menyelam.
“Saya (tinggal) di sini kalau habis tahun ini sudah genap tujuh
tahun. Beginilah hari-hari saya, berkebun dan menawarkan jasa konsultasi
kepada teman-teman (wisatawan asing) yang berkunjung ke sini,” katanya
dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Sebelum menetap di Simeulue sejak 2009, Kevin kerap pulang-pergi ke
pulau itu. Ia tinggal di sebuah rumah di atas tanah milik seorang warga
asal Bali. Namun, naluri petualanglah yang kemudian membawanya
“terdampar” di pulau penghasil lobster dan cengkeh itu.
Jauh dari keluarga tidak membuatnya kesepian. “Komunikasi dengan
keluarga tetap terjaga. Terkadang saya menghungi mereka lewat telepon
atau juga berkomunikasi lewat media sosial,” ujar bule yang mulai melek
berbahasa Simeulue. Di pulau ini ada tiga bahasa, yakni bahasa Devayan,
Sigulai, dan Lekon. Karena bermukim di wilayah Teupah Tengah, bahasa
lokal yang sedang ditekuni Kevin adalah bahasa Devayan.
Selama ini tidak sulit bagi Kevin untuk bertahan hidup. Hasil kerja
kerasnya berkebun ternyata lumayan dapat diandalkan. Sederetan tanaman
seperti pisang, jeruk nipis, terong, dan beberapa lainnya yang ditanam
di kebunnya cukup untuk menopang kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Tambahan biaya hidup lainnya ia peroleh dari jasa konsultasi bisnis
dari turis asing yang berkunjung ke Simeulue. Terkadang Kevin juga kerap
menjual sendiri hasil kebunnya ke Pasar Sinabang menggunakan sepeda
motor atau mengayuh sepeda.
Kebiasan Kevin berinteraksi dengan pembeli sudah lazim di mata
pengunjung Pasar Sinabang. Di kala senggang, pria asal asal Miami,
Florida, ini juga kerap berbaur bersama warga lainnya di warung kopi.
Kevin bisa dibilang tipe bule pecinta kopi di Simeulue. Sejauh ini ia
belum berniat kembali ke negaranya. “Saya nyaman tinggal di daerah ini,”
ujarnya sumringah.
EmoticonEmoticon