LHOKSUKON – Enam pengungsi Rohingya yang ditampung di shelter Blang Adoe, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, Senin (28/9) sekitar pukul 21.00 WIB ditangkap sejumlah orang di kawasan line pipa. Lalu, mereka ditelanjangi karena dituduh kabur dari kamp itu.
Dari enam orang , empat di antaranya perempuan (dua masih gadis), mengaku diperkosa oleh orang yang tak mereka kenal. Apalagi relawan di kawasan itu menemukan bercak darah pada pakaian dalam seorang gadis Rohingya tersebut.
Informasi dari beberapa Rohingya yang sudah mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia bahwa pada Senin (28/9) sekitar pukul 20.00 WIB sejumlah Rohingya ke luar dari shelter dengan memanjat pagar belakang kamp penampungan. Mereka ke luar mengaku karena hendak menemui saudaranya yang datang dari Malaysia. Namun, sekelompok pria berhasil menangkap enam di antara mereka di kawasan jalan line pipa.
Mereka yang ditangkap itu adalah Hamidah (ibu satu anak), Aminah (13), Toyuba (ibu empat anak), dan Zuhra (15). Dua orang lagi pria yakni Ismail (17) dan Abdullah (15). Keenam mereka mengaku ditelanjangi dan empat perempuan itu mengaku diperkosa. Sejumlah relawan pun sempat melihat ada darah di bagian celana dalam seorang gadis Rohingya tersebut.
Karena kesal, lalu sejumlah Rohingya menggembok pintu pagar shelter tersebut pada Senin (28/9) sekitar pukul 22.00 WIB setelah mendengar cerita dari enam teman mereka yang menjadi korban pelecehan seks. Bahkan, sejumlah relawan mereka usir.
Pada Selasa (29/9) pagi, Koordinator Working Group Shelter, Khuzaimah dan staf Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) tak bisa masuk karena pintu masih terkunci. Baru sekitar pukul 10.00 WIB, dua petugas UNHCR datang dan berdialog di luar pagar dengan seorang Rohingya bernama Rasyid.
Setelah mendapat penjelasan singkat dari Rasyid, petugas UNHCR pun diizinkan masuk bersama sejumlah relawan LSM lain. Namun, ia mengaku tak berani menceritakan hal itu karena ada yang melarangnya memberi informasi kepada pihak lain.
Karena itu, kemarin Sekda Aceh Utara, Drs Isa Anshari dan beberapa pejabat lain mendatangi shelter untuk memastikan informasi itu. Isa meminta petugas medis membawa mereka ke RSU Cut Meutia untuk divisum. Namun, mereka tak bersedia. Bahkan, keluarga mereka mengunci pintu.
Asisten I Setdakab Aceh Utara, Anwar mengatakan, kasus kaburnya Rohingya sudah sering terjadi di shelter itu. Karenanya, ia berharap Aksi Cepat Tanggap (ACT) segera menghibah shelter itu ke Pemkab Aceh Utara untuk dikelola dengan baik bersama UNHCR, IOM, dan sejumlah LSM, termasuk ACT.
Ekses dari pelecehan seksual tersebut, pukul 15.30 WIB kemarin, puluhan Rohingya meninggalkan shelter dengan membawa tas berisi pakaian. Tak lama kemudian, aparat Polres Lhokseumawe tiba di lokasi dan langsung menghadang mereka, sehingga satu jam kemudian mereka kembali ke shelter. “Kita langsung ke lokasi setelah mendengar informasi itu dan berhasil mengajak mereka kembali ke shelter,” ujar Kapolres Lhokseumawe, AKBP Anang Triarsono, kemarin.
Insiden kembali terjadi pukul 17.45 WIB, ketika petugas medis membawa seorang korban yang diduga diperkosa ke RSU Cut Meutia untuk divisum. Mereka menghalangi ambulans dan melemparinya dengan batu. Tapi, berhasil dicegah polisi.
Kapolres Lhokseumawe, AKBP Anang Triarsono melalui Kapolsek Kuta Makmur, Iptu H Sarimin MM menyebutkan, baru satu korban berhasil dibawa ke RSU Cut Meutia untuk divisum. Sedangkan empat lagi masih sedang diupayakan. “Kita belum bisa pastikan apakah benar diperkosa atau tidak, karena masih dalam proses penyelidikan dan belum ada hasil visumnya,” kata Iptu Sarimin.
Ditambahkan, Polres Lhokseumawe sudah menambah 20 personel dan 10 personel Satpol PP untuk berjaga-jaga di shelter, karena dikhawatirkan mereka akan kabur lagi. “Sebelumnya polisi yang bertugas empat orang,” katanya.
EmoticonEmoticon