Kementerian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi menonaktifkan 243 perguruan tinggi yang dianggap
bermasalah. Kampus-kampus itu berada di sejumlah provinsi se-Indonesia.
Namun tak semua perguruan tinggi yang dinonaktifkan itu karena kedapatan
berpraktik jual-beli ijazah atau menerbitkan ijazah secara ilegal.
Pelanggaran yang mereka lakukan beragam: pertama, tidak melaporkan
data perguruan tinggi selama empat semester berturut-turut; kedua, rasio
atau nisbah dosen dengan mahasiswa tidak seimbang; ketiga, melaksanakan
pendidikan di luar kampus utama tanpa izin; dan keempat, terjadi
konflik, yayasan tidak aktif, berganti yayasan tapi tak melaporkan dan
pindah kampus namun tidak melaporkan.
Kampus-kampus itu diberi kesempatan untuk memperbaiki atau
membenahi sistem pendidikan mereka agar sesuai peraturan dan prosedur.
Kementerian menerapkan sanksi bervariasi atas pelanggaran-pelanggaran
itu sepanjang masa perbaikan atau pembenahan.
Sanksinya, antara lain, beberapa layanan dihentikan, yakni tidak
dilayani pengusulan akreditasi kepada Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi, tidak dilayani penambahan program studi baru, tidak
dilayani sertifikasi dosen, penghentian pemberian bantuan hibah dan
beasiswa.
Khusus untuk pelanggaran terjadi konflik internal yayasan atau
perguruan tinggi, sanksinya ditambah. Perguruan tinggi itu tidak boleh
menerima mahasiswa baru dan tidak boleh mewisuda lulusannya.
Sanksi-sanksi itu tidak mengganggu kegiatan perkuliahan. Artinya,
mahasiswa-mahasiswa pada perguruan tinggi yang dinonaktifkan sementara
waktu, tetap dapat kuliah sebagaimana mestinya. Namun otoritas kampus
mereka berkewajiban melakukan perbaikan atau pembenahan sesuai
peraturan.
Status nonaktif kepada perguruan tinggi dicabut manakala telah
melakukan perbaikan atau pembenahan. Sebaliknya, jika perguruan tinggi
itu membandel atau tak mematuhi perintah Kementerian, izin kegiatan
pendidikan tingginya dicabut.
“Kalau dia (perguruan tinggi) dinonaktifkan dan dia tetap bandel,
suatu saat izinnya dicabut,” kata Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek
Dikti, Patdono Suwignjo, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 6
Oktober 2015.